Minggu, 18 Januari 2015

SIFAT KOLOID





I.                   TUJUAN
Mengetahui sifat-sifat koloid

II.                LANDASAN TEORI
Istilah koloid pertama kali diutarakan oleh seorang ilmuwan Inggris, Thomas Graham, sewaktu mempelajari sifat difusi beberapa larutan melalui membrane kertas perkamen. Graham menemukan bahwa larutan natrium klorida mudah berdifusi sedangkan kanji, geatin dan putih telur sangat lambat atau sama sekali tidak berdifusi. Zat-zat yang sukar berdifusi disebut koloid (Handayana, 2002).
Tahun 1907, Ostwald menemukan istilah system terdipersi bagi zat yang terdispersi dalam medium pendispersi. analogi daam larutan fase terdispersi adalah zat terlarut sedangkan meium pendispersi adalah zat pelarut. Sistem koloid termasuk salah satu system disperse. System disperse lainnya adalah larutan dan suspensi. Larutan merupakan system disperse yang ukuran partikelnya sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan antara partikel disperse dan pendispersinya. Sedangkan suspensi merupakan system disperse dengan partikel berukuran besar yang tersebar merata dalam medium pendispersinya. system koloid suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Secara makroskopis koloid tampak homogen, tetapi secara mikroskopis bersifat heterogen. Campuran koloid umumnya bersifat stabil dan tidak daoat disaring. ukuran partikel koloid terletak antara 1nm-100 nm (Handayana, 2002).

Perbedaan antara larutan, koloid dan suspensi
No.
Jenis Perbedaan
Larutan
Koloid
Suspensi
1
Diameter partikel
 < 1 nm
1-100       
> 100 nm
2
Fasa
Satu fasa
Dua fasa
Dua fasa
3
Penyaringan :
Biasa
Membrane
Ultra

Lewat
Lewat
Lewat

Lewat
Tertahan
Tertahan

Tertahan
Tertahan
Tertahan
4
Gerak Brown
Tak nampak
Nampak
Nampak
5
Efek Tyndall :
Tak Nampak
Nampak
Nampak
6
Pengendapan :
Gaya gravitasi
Sentrifuge

Tidak
Tidak

Mengendap
Mengendap

Mengendap
Mengendap
7
Contoh
Larutan garam
Tinta
Lumpur
 (Yazid, 2005).

Penggolongan koloid :
1.      Bentuk partikel :
a.       lembaran (laminar)
b.      serat ( fibrilar)
c.       butiran (korpskular )
2.      Cara pembentukannya
a.       Koloid dispersi, yaitu koloid yang terbentuk dari penyebaran (dispersi) partikel-partikel kecil yang tidak larut dalam medium (fase pendispersi) dengan membentuk agregat-agregat molekul atau atom yang sangat banyak. Contohnya: dispersi koloid emas (Au) dan belerang (S).
b.      Koloid asosiasi, yaitu koloid yang terbentuk dari gabungan (asosiasi) molekul-molekul kecil, atom atau ion yang larut dalam medium sehingga membentuk agregat-agregat molekul yang disebut misel. Contoh: larutan sabun dan detergen.
c.       Koloid makromolekul, yaitu koloid yang terbentuk dari molekul tunggal yang sangat besar (makromolekul). Contoh: protein dan polimer tinggi seperti karet dan plastik.
3.      Interaksi dengan medium
a.       Koloid Irofil, yaitu koloid yang mempunyai daya tarik kuat dengan medium pendispersinya, sehingga sulit dipisahkan (stabil).
b.      Koloid Irofob, yaitu koloid yang daya tariknya kecil terhadap medium pendispersinya, sehingga cenderung memisah (tak stabil).
4.      Perubahan bentuk
a.       Koloid reversibel, yaitu koloid yang dapat berubah menjadi bukan koloid demikian pula sebaliknya. Contoh: susu bubuk dan plasma darah kering.
b.      Koloid irreversibel, yaitu koloid yang setelah berubah menjadi bukan koloid tidak dapat menjadi koloid kembali. Contoh: sel belerang dan sel emas (Yazid, 2005)

Macam-macam koloid
a.       Aerosol. Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat; jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair.
b.      Sol. Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Koloid jenis sol banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari maupundalam industri.
c.       Emulsi : Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah kedua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan kedalam dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air ( M / A ) atau emulsi air dalam minyak ( A / M ). Dalam  hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak bercampur dengan air.
d.      Buih : Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun, detergen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas kedalam zat cair yang mangandung pembuih.
e.       Gel : Koloid yang setengah kaku ( antara padat dan cair ) disebut gel. Contoh : agar-agar, lem kanji, selai, gelatin, gel sabun, dan gel silica. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium dispersinya sehingga terjadi koloid yang agak padat ( Keenan, 1984 ).

Sifat – Sifat Koloid :
1.      Efek Tyndall
      Partikel debu, banyak diantaranya terlalu kecil untuk dilihat, akan nampak sebagai titik-titik terang dalam suatu berkas cahaya. Bila partikel itu memang berukuran koloid, partikel itu sendiri tidak nampak; yang terlihat ialah cahaya yang dihamburkan oleh mereka. Hamburan cahaya itu disebut efek tyndall. Ini disebabkan  oleh fakta bahwa partikel kecil menghamburkan cahaya dalam segala arah.
      Efek tyndall dapat digunakan untuk membedakan dispersi koloid dan suatu larutan biasa, karena atom, molekul, ataupun muaatan yang berbeda dalam suatu larutan tidak menghamburkan cahaya secara jelas dalam contoh-contoh yang tebalnya tak seberapa. Penghamburan cahaya tyndall dapat menjelaskan betapa buramnya dispersi koloid. Misalnya, meskipun baik minyak zaitun maupun air itu tembus cahaya, dispersi koloid dari kedua zat ini nampak seperti susu.
2.      Gerak Brown
      Jika suatu mikroskop optis difokuska pada suatu dispersi koloid pada arah yang tegak lurus pada berkas cahaya dan dengan latar belakang gelap, akan nampak partikel-partikel koloid, bukan sebagai partikel dengan batas yang jelas, melainkan sebagai bintik yang berkilauan. Dengan mengikuti bintik-bintik cahaya yang dipantulkan ini, orang dapat melihat bahwa partikel koloid yang terdispersi ini bergerak terus-menerus secara acak menurut jalan yang berliku-liku. Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi ini disebut gerakan brown, menurut nama seorang ahli botani Inggris, Robert Brown, yang mempelajarinya dalam tahun 1827.
3.      Adsorpsi
      Materi dalam keadaan koloid mempunyai luas permukaan yang sangat besar. Pada permukaan partikel terdapat gaya van der waals yang belum terimbangi atau bahkan gaya valensi yang dapat menarik dan mengikat atom-atom (molekul-molekul) dari zat asing. Adhesi zat-zat asing ini pada permukaan suatu partikel disebut adsorpsi. Zat-zat teradsorpsi terikat dengan kuat dalam lapisan-lapisan yang biasanya tebalnya tidak lebih dari satu atau dua molekul. Banyaknya zat asing yang dapat diadsorpsi bergantung pada              luasnya permukaan yang tersingkap. Meskipun adsopsi merupakan suatu gejala umum dari zat padat, adsorpsi ini teristimewa efisiensinya dengan materi koloid yang disebabkan oleh besarnya luas permukaan itu.
4.      Koagulasi
      Telah disebutkan bahwa koloid distabilkan oleh muatannya. apabila muatan koloid dilucuti maka kestabilan akan berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahkan kedalam sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama kedalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai elektrode. Jadi, koloid yang bermuatan negatif akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid yang bermuatan positif digumpalkan di katode.
5.      Koloid Pelindung
      Pada beberapa proses, suatu koloid harus dipecahkan. Misalnya, koagulasi lateks. Dilain pihak, koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan mmenambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung akan membungkus partikel zat terdispersi sehingga tidak dapat lagi mengelompok.
6.      Dialisis
      Pemisahan muatan dari koloid dengan difusi lewat pori-pori suatu selaput semipermeabel disebut dialisis. Pori-pori itu biasanya berdiameterkurang dari 10 Å dan membiarkan lewatnya molekul air dan muatan-muatan kecil. Selaput hewani alamiah, kertas perkamen, selofan dan beberapa plastic sintetik merupakan bahan selaput yang sesuai. Partikel-partikel yang melewati membran agaknya berlaku demikian tidak sekedar berdasarkan difusi acak. Mereka teradsorpsi pada permukaan membran dan bergerak dari letak ( site ) adsorben yang satu ke yang lain pada waktu mereka bergerak melewati pori-pori itu. ( Oxtoby, 2001)

Cara Pembuatan Koloid
                       Larutan koloid dapat dibuat dengan dua cara yaitu :
1.      Kondensasi
Kondensasi adalah penggabungan partikel – partikel halus ( molekuler ) menjadi partikel yang lebih besar. Pembuatan koloid dengan cara ini dilakukan melalui :
a.       Cara Kimia
Partikel koloid dibentuk melalui reaksi – reaksi kimia, seperti reaksi hidrolisis, reaksi reduksi oksidasi, atau reaksi subtitusi.
Ø  Hidrolisis : Merupakan reaksi suatu zat dengan air
Ø  Reaksi Redoks : Merupakan reaksi yang disertai perubahan biloks
Ø  Reaksi Subtitusi : Merupakan reaksi penggantian
b.      Cara Fisika
Dilakukan dengan jalan menurutkan kelarutan dari zat terlarut, yaitu dengan jalan pendinginan atau mengubah pelarut sehingga terbentuk satu sol koloid.
2.      Dispersi    
Pembuatan koloid dengan cara dispersi merupakan pemecahan partikel – partikel kasar menjadi partikel yang lebih halus/lebih kecil dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik ( listrik busur breding ).
a.       Cara Mekanik
Dengan cara ini butir – butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu kemudian diaduk dengan medium dispersi.Contoh : Sol belerang dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama – sama dengan suatu zat inert (seperti gula pasir ) kemudian mencampur serbuk halus dengan air
b.       Peptisasi
Pembuatan koloid dengan cara peptisasi adalah membuat koloid dari butir – butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi ( pemecahan ). Contoh : Agar – agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin dan lain – lain. (Oxtoby, 2001)

Pemurnian Koloid
1.      Dialisis
Dialisis adalah proses pemurnian atau penyaringan koloid dari ion-ion penggangu dengan menggunakan membran yang bersifat selektif.
2.      Elektrodialisis
Elektrolisis adalah proses pemurnian koloid dengan memaksa ion-ion pengganggu melewati pori-pori semipermeabel dengan bantuan medan listrik.
3.      Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi adalah pemurnian koloid dengan menyaring koloid menggunakan penyaring khusus dari membran. Untuk mempercepat proses penyaringan biasanya digunakan tekanan (pompa vakum). Pompa vakum digunakan untuk mempercepat suatu proses penyaringan koloid yang susah disaring dengan penyaring biasa atau memerlukan waktu yang lama jika dengan menggunakan penyaring biasa, misalnya suatu koloid berbentuk gel. (Yazid, 2005)

Cara menstabilkan koloid adalah sebagai berikut:
1.      Menambahkan ion
Pada umumnya koloid padat (sol) dapat menyerap ion sehingga akan bermuatan listrik. Partikel koloid yang bermuatan akan tolak-menolak sesamanya. Akibatnya, koloid akan stabil dan tidak terkoagulasi. Contohnya koloid Fe2O3. x H2O dapat distabilkan dengan ion Fe 3+, karena menyerap ion tersebut.
2.      Dialisis
Koloid bermuatan akan stabil karena tolak-menolak antar partikel. Koloid jenis ini akan terkoagulasi jika dalam sistem terdapat ion yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid, karena partikel koloid menjadi netral. Koagulasi ini dapat dicegah dengan mengeluarkan ion tersebut secara dialisis.
3.      Menambah emulgator
Koloid dalam bentuk emulsi (tetesan cairan dalam medium cairan lain) dapat distabilkan dengan menambah zat lain yang disebut emulgator.
(Syukri, 1999).

III.             ALAT DAN BAHAN
            Alat-alat yang digunakan :
a.       buret
b.      labu takar
c.       Erlenmeyer
d.      gelas ukur
e.       pipet volume
f.       pengaduk magnet
g.      stopwatch
Bahan-bahan yang digunakan :
a.       Fe(OH)3 0,25 % dan 0,5 %
b.      Mucilago Gum Arabicum (MGA) 10 % dan 20 %
c.       Tween 0,01 % dan 0,05 %
d.      Aquadest
e.       NaCl 25 %
f.       Alkohol 95 %





IV.             CARA KERJA
1.      Efek Tyndall







2.      Viskositas Koloid
3.      Pengaruh elektrolit terhadap koloid
4.      Pengaruh alcohol terhadap koloid



5.      Reversibilitas koloid


V.                DATA HASIL PERCOBAAN
1.      Efek Tyndall
Koloid
Mengahamburkan cahaya
FeCl3 0,25 %
Jelas
MGA 10 %
Tidak jelas
Tween 0,01 %
Tipis sekali

2.      Viskositas Koloid
Koloid
Waktu (s)
Keterangan
FeCl3 0,25 %
FeCl3 0,5 %
19,52
20,93
Semakin besar konsentrasi waktu yang diperlukan mengalir lebih lama, sehingga viskositas semakin besar
MGA 10 %
MGA 20 %
24,09
29,43
Semakin besar konsentrasi waktu yang diperlukan mengalir lebih lama, sehingga viskositas semakin besar
Tween 0,01 %
Tween 0,05 %
19,56
19,62
Semakin besar konsentrasi waktu yang diperlukan mengalir lebih lama, sehingga viskositas semakin besar

3.      Pengaruh elektrolit terhadap koloid
Koloid
Volume NaCl 25 % (ml)
Keterangan
FeCl3 0,25 %
8,20
Semakin besar volume NaCl yang digunakan maka semakin bagus atau stabil koloid tersebut. semakin banyak elektrolit yang ditambahkan semakin stabil koloid tersebut. dari hasil percobaan didapatkan koloid yang palingg stabil yaitu MGA 10 %. Penambahan MGA 10% pada FeCl­3 digunakan sebagai koloid pelindung dapat meningkatkan koloid tersebut.
MGA 10%
9,30
Tween 0,01 %
6,20
FeCl3 0,25 % + MGA 10 %
7,20



4.      Pengaruh alcohol terhadap koloid
Koloid
Volume Alkohol 95 % (ml)
Keterangan
MGA 10 %
0,50
Semakin kecil konsentrasi maka semakin banyak volume alcohol yang dibutuhkan karena semakin kecil konsentrasi kandugan air semakin banyak sehingga alcohol lebih banyak mengikat air
MGA 20 %
0,10

5.      Reversibilitas koloid
Koloid
Reversibilitas koloid
FeCl3 0,25 %
Irreversible
MGA 10%
Reversible
Tween 0,01 %
Reversible

VI.             PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui sifat – sifat koloid. Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan campuran kasar. Berdasarkan interaksi dengan medium, koloid dapat dibedakan menjadi 3 yaitu koloid liofil, koloid liofob dan koloid ampifil.Koloid liofil adalah koloid yang suka berikatan dengan mediumnya sehingga sulit dipisahkan atau sangat stabil. Contoh koloid liofil pada percobaan ini adalah Mucilago Gom Arabicum (MGA). Koloid liofob adalah koloid yang tidak menyukai mediumnya sehingga cenderung memisah dan akibatnya tidak stabil. Contoh koloid liofob  pada percobaan ini adalah FeCl3. Koloid ampifil adalah gabungan dari koloid liofil dan liofob. Contoh koloid ampifil pada percobaan ini adalah tween. Bahan koloid yang digunakan pada praktikum adalah FeCl3 0,25% dan 0,5%, Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10% dan 20%, dan Tween 0,01% dan 0,05%. Bahan yang digunakan menggunakan konsentrasi yang berbeda-beda bertujuan untuk membandingkan antara larutan yang satu dengan yang lainnya.
Untuk mengetahui sifat koloid dari larutan tersebut dapat dilakukan dengan cara :
1.      Efek tyndall.
Efek tyndall dapat digunakan untuk membedakan dispersi koloid dan suatu larutan biasa, karena atom atau molekul, ataupun muatan yang berbeda dalam suatu larutan tidak menghamburkan cahaya secara jelas dalam larutan. Efek tyndall dapat dilakukan dengan cara masing – masing larutan koloid dimasukkan ke dalam bekker glass, kemudian larutan tersebut disinari dengan cahaya menggunakan laser. Hasil dari percobaan ini FeCl3 0,25% dapat menghamburkan cahaya dengan jelas, Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10% tidak dapat menghamburkan cahaya dengan jelas, dan Tween 0,01% dapat menghamburkan cahaya tetapi tipis sekali. Penghamburan cahaya tyndall dapat menjelaskan betapa buramnya dispersi koloid. Larutan yang berwarna semakin gelap lebih mudah dilihat penghamburan cahayanya. Hasil percobaan ini telah sesuai dengan teorinya, yaitu koloid liofob memberikan efek tyndall yang jelas, sedangkan koloid liofil memberikan efek tyndall yang lemah.  

2.      Viskositas koloid
Viskositas koloid dapat digunakan untuk mengetahui sifat alir suatu larutan. Viskositas dilakukan dengan cara diambil 10ml larutan dengan pipet ukur, larutan tersebut dialirkan dan dicatat waktu yang diperlukan untuk mengalir menggunakan stopwatch. Hasil dari percobaan ini FeCl3 0,25% mengalir dalam waktu 19,12 s dan FeCl3 0,5% mengalir dalam waktu 20,93 s. Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10% mengalir dalam waktu 24,09 s dan Mucilago Gom Arabicum (MGA) 20% mengalir dalam waktu 29,43 s. Tween 0,01% mengalir dalam waktu 19,56 s dan Tween 0,05% mengalir dalam waktu 19,62 s. Dari hasil praktikum dapat dinyatakan bahwa semakin besar konsentrasi larutan, maka waktu yang diperlukan untuk mengalir lebih lama, sehingga viskositas larutan semakin besar.

3.      Pengaruh Elektrolit terhadap koloid
Dilakukan dengan cara masing – masing koloid diambil 5ml ditambah NaCl 25ml lewat buret sampai terjadi pengendapan. Hasil dari percobaan adalah FeCl3 0,25% membutuhkan NaCl 0,25% sebanyak 8,20ml. Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10% membutuhkan NaCl 0,25% sebanyak 9,30ml. Tween 0,01% membutuhkan NaCl 0,25% sebanyak 6,20 ml. Dari hasil pratikum dapat disimpulkan bahwa semakin besar volume NaCl yang digunakan, maka semakin bagus atau semakin stabil koloid tersebut. Semakin banyak elektrolit yang ditambahkan semakin stabil koloid tersebut. Dari hasil percobaan didapatkan koloid yang paling stabil yaitu Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10%. Kemudian yang kedua dibuat campuran 5ml FeCl3 0,25% dan 2ml Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10% ditambahkan NaCl 0,25% lewat buret sampai terjadi pengendapan. Volume NaCl 0,25% yang dibutuhkan sebanyak 7,20 ml. Dari hasil praktikum penambahan Mucilago Gom Arabicum (MGA) pada FeCl3 digunakan sebagai koloid pelindung yang dapat meningkatkan kestabilan koloid.
Tetapi dalam percobaan ini volume NaCl 0,25% yang ditambahkan pada FeCl3 campuran lebih sedikit dibandingkan dengan FeCl3 tunggal. Hal ini dikarenakan pembentukan Fe(OH)3 yang belum sempurna.

4.      Pengaruh Alkohol terhadap koloid
Diambil 5ml Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10% dititrasi dengan alkohol 96% sampai terjadi endapan. Volume alkohol 96% yang dibutuhkan adalah 0,50 ml.
Diambil 5ml Mucilago Gom Arabicum (MGA) 20% dititrasi dengan alkohol 96% sampai terjadi endapan. Volume alkohol 96% yang dibutuhkan adalah 0,10 ml. Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa semakin kecil konsetrasi larutan maka volume alkohol yang dibutuhkan semakin banyak karena semakin kecil konsentrasi larutan maka kandungan air di dalam semakin semakin banyak sehingga alkohol lebih banyak mengikat air.

5.      Reversibilitas Koloid
Diambil masing - masing 5ml FeCl3 0,25%, Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10%, dan Tween 0,01% masukkan dalam cawan penguap, uapkan di atas waterbath hingga kering kemudian tambahkan aguadest 5 ml, dan diaduk. Amati perubahan yang terjadi apakah larutan dapat bercampur kembali atau tidak. Hasil dari percobaan adalah FeCl3 0,25% bersifat irreversible yang artinya tidak dapat bercampur kembali, Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10% bersifat reversible yang artinya dapat bercampur kembali, Tween 0,01% bersifat reversible yang artinya dapat bercampur kembali. Hasil percobaan ini telah sesuai dengan teorinya, yaitu koloid liofil dan ampifil bersifat reversible, sedangkan koloid liofob bersifat irreversible.





VII.          KESIMPULAN
1.      Efek tyndall
FeCl3 0,25% menghamburkan cahaya dengan jelas, MGA 5% tidak dapat menghamburkan cahaya, dan tween 0,01% menghamburkan cahaya tipis sekali.  Hasil percobaan ini telah sesuai dengan teorinya, yaitu koloid liofob memberikan efek tyndall yang jelas, sedangkan koloid liofil memberikan efek tyndall yang lemah. 

2.      Viskositas koloid
FeCl3 0,25% mengalir dalam waktu 19,12 s dan FeCl3 0,5% mengalir dalam waktu 20,93 s. MGA 10% mengalir dalam waktu 24,09 s dan MGA 20% mengalir dalam waktu 29,43 s. Tween 0,01% mengalir dalam waktu 19,56 s dan Tween 0,05% mengalir dalam waktu 19,62 s.  Dari hasil praktikum dapat dinyatakan bahwa semakin besar konsentrasi larutan, maka waktu yang diperlukan untuk mengalir lebih lama, sehingga viskositas larutan semakin besar.


3.      Pengaruh elektrolit terhadap koloid
FeCl3 0,25% membutuhkan NaCl 0,25% sebanyak 8,20ml, MGA 10% membutuhkan NaCl 0,25% sebanyak 9,30ml, dan Tween 0,01% membutuhkan NaCl 0,25% sebanyak 6,20ml.

4.      Pengaruh alcohol terhadap koloid
Volume alcohol 96% yang dibutuhkan untuk menitrasi MGA 10% sampai terjadi endapan adalah 0,50ml, dan volume alcohol 96% yang dibutuhkan untuk menitrasi MGA 20% sampai terjadi endapan adalah 0,10ml. Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa semakin kecil konsetrasi larutan maka volume alkohol yang dibutuhkan semakin banyak karena semakin kecil konsentrasi larutan maka kandungan air di dalam semakin semakin banyak sehingga alkohol lebih banyak mengikat air.



5.      Reversibilitas koloid
FeCl3 0,25% bersifat irreversible, sedangkan MGA 10% dan Tween 0,01% bersifat reversible. Hasil percobaan ini telah sesuai dengan teorinya, yaitu koloid liofil dan ampifil bersifat reversible, sedangkan koloid liofob bersifat irreversible.

VIII.       DAFTAR PUSTAKA
Handayana, 2002. Kamus Kimia. Balai Pustaka : Jakarta
Keenan, dkk. 1994. Kimia Untuk Universitas. Erlangga : Jakarta
Oxtoby. David W. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Erlangga : Jakarta
Syukri S. 1999. Kimia Dasar Jilid 2. ITB : Bandung
Yazid. Estien, 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis : Jogja


0 komentar: