I.
TUJUAN
Mengetahui sifat-sifat
koloid
II.
LANDASAN
TEORI
Istilah
koloid pertama kali diutarakan oleh seorang ilmuwan Inggris, Thomas Graham,
sewaktu mempelajari sifat difusi beberapa larutan melalui membrane kertas
perkamen. Graham menemukan bahwa larutan natrium klorida mudah berdifusi
sedangkan kanji, geatin dan putih telur sangat lambat atau sama sekali tidak
berdifusi. Zat-zat yang sukar berdifusi disebut koloid (Handayana, 2002).
Tahun
1907, Ostwald menemukan istilah system terdipersi bagi zat yang terdispersi
dalam medium pendispersi. analogi daam larutan fase terdispersi adalah zat
terlarut sedangkan meium pendispersi adalah zat pelarut. Sistem koloid termasuk
salah satu system disperse. System disperse lainnya adalah larutan dan
suspensi. Larutan merupakan system disperse yang ukuran partikelnya sangat
kecil, sehingga tidak dapat dibedakan antara partikel disperse dan
pendispersinya. Sedangkan suspensi merupakan system disperse dengan partikel
berukuran besar yang tersebar merata dalam medium pendispersinya. system koloid
suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi
(campuran kasar). Secara makroskopis koloid tampak homogen, tetapi secara
mikroskopis bersifat heterogen. Campuran koloid umumnya bersifat stabil dan
tidak daoat disaring. ukuran partikel koloid terletak antara 1nm-100 nm
(Handayana, 2002).
Perbedaan
antara larutan, koloid dan suspensi
No.
|
Jenis
Perbedaan
|
Larutan
|
Koloid
|
Suspensi
|
1
|
Diameter
partikel
|
< 1 nm
|
1-100
|
> 100 nm
|
2
|
Fasa
|
Satu
fasa
|
Dua
fasa
|
Dua
fasa
|
3
|
Penyaringan
:
Biasa
Membrane
Ultra
|
Lewat
Lewat
Lewat
|
Lewat
Tertahan
Tertahan
|
Tertahan
Tertahan
Tertahan
|
4
|
Gerak
Brown
|
Tak
nampak
|
Nampak
|
Nampak
|
5
|
Efek
Tyndall :
|
Tak
Nampak
|
Nampak
|
Nampak
|
6
|
Pengendapan
:
Gaya
gravitasi
Sentrifuge
|
Tidak
Tidak
|
Mengendap
Mengendap
|
Mengendap
Mengendap
|
7
|
Contoh
|
Larutan
garam
|
Tinta
|
Lumpur
|
(Yazid, 2005).
Penggolongan
koloid :
1. Bentuk
partikel :
a. lembaran
(laminar)
b. serat
( fibrilar)
c. butiran
(korpskular )
2. Cara
pembentukannya
a. Koloid dispersi,
yaitu koloid yang terbentuk dari penyebaran (dispersi) partikel-partikel kecil
yang tidak larut dalam medium (fase pendispersi) dengan membentuk
agregat-agregat molekul atau atom yang sangat banyak. Contohnya: dispersi
koloid emas (Au) dan belerang (S).
b. Koloid
asosiasi, yaitu koloid yang terbentuk dari gabungan (asosiasi) molekul-molekul
kecil, atom atau ion yang larut dalam medium sehingga membentuk agregat-agregat
molekul yang disebut misel. Contoh: larutan sabun dan detergen.
c. Koloid
makromolekul, yaitu koloid yang terbentuk dari molekul tunggal yang sangat
besar (makromolekul). Contoh: protein dan polimer tinggi seperti karet dan
plastik.
3. Interaksi
dengan medium
a. Koloid Irofil,
yaitu koloid yang mempunyai daya tarik kuat dengan medium pendispersinya,
sehingga sulit dipisahkan (stabil).
b. Koloid Irofob,
yaitu koloid yang daya tariknya kecil terhadap medium pendispersinya, sehingga
cenderung memisah (tak stabil).
4. Perubahan
bentuk
a. Koloid
reversibel, yaitu koloid yang dapat berubah menjadi bukan koloid demikian pula
sebaliknya. Contoh: susu bubuk dan plasma darah kering.
b. Koloid
irreversibel, yaitu koloid yang setelah berubah menjadi bukan koloid tidak
dapat menjadi koloid kembali. Contoh: sel belerang dan sel emas (Yazid, 2005)
Macam-macam
koloid
a.
Aerosol.
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut
aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat;
jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair.
b.
Sol.
Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol.
Koloid jenis sol banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari maupundalam
industri.
c.
Emulsi
: Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut
emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah kedua jenis zat cair itu tidak
saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan kedalam dua bagian, yaitu emulsi
minyak dalam air ( M / A ) atau emulsi air dalam minyak ( A / M ). Dalam
hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak bercampur dengan
air.
d.
Buih
: Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti
halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya
sabun, detergen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas kedalam
zat cair yang mangandung pembuih.
e. Gel : Koloid yang setengah kaku (
antara padat dan cair ) disebut gel. Contoh : agar-agar, lem kanji, selai,
gelatin, gel sabun, dan gel silica. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat
terdispersinya mengadsorpsi medium dispersinya sehingga terjadi koloid yang
agak padat ( Keenan, 1984 ).
Sifat – Sifat Koloid :
1.
Efek
Tyndall
Partikel
debu, banyak diantaranya terlalu kecil untuk dilihat, akan nampak sebagai
titik-titik terang dalam suatu berkas cahaya. Bila partikel itu memang
berukuran koloid, partikel itu sendiri tidak nampak; yang terlihat ialah cahaya
yang dihamburkan oleh mereka. Hamburan cahaya itu disebut efek tyndall. Ini
disebabkan oleh fakta bahwa partikel kecil menghamburkan cahaya dalam segala
arah.
Efek
tyndall dapat digunakan untuk membedakan dispersi koloid dan suatu larutan
biasa, karena atom, molekul, ataupun muaatan yang berbeda dalam suatu larutan
tidak menghamburkan cahaya secara jelas dalam contoh-contoh yang tebalnya tak
seberapa. Penghamburan cahaya tyndall dapat menjelaskan betapa buramnya
dispersi koloid. Misalnya, meskipun baik minyak zaitun maupun air itu tembus
cahaya, dispersi koloid dari kedua zat ini nampak seperti susu.
2.
Gerak
Brown
Jika
suatu mikroskop optis difokuska pada suatu dispersi koloid pada arah yang tegak
lurus pada berkas cahaya dan dengan latar belakang gelap, akan nampak
partikel-partikel koloid, bukan sebagai partikel dengan batas yang jelas,
melainkan sebagai bintik yang berkilauan. Dengan mengikuti bintik-bintik cahaya
yang dipantulkan ini, orang dapat melihat bahwa partikel koloid yang
terdispersi ini bergerak terus-menerus secara acak menurut jalan yang
berliku-liku. Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi ini
disebut gerakan brown, menurut nama seorang ahli botani Inggris, Robert Brown,
yang mempelajarinya dalam tahun 1827.
3.
Adsorpsi
Materi
dalam keadaan koloid mempunyai luas permukaan yang sangat besar. Pada permukaan
partikel terdapat gaya van der waals yang belum terimbangi atau bahkan gaya
valensi yang dapat menarik dan mengikat atom-atom (molekul-molekul) dari zat
asing. Adhesi zat-zat asing ini pada permukaan suatu partikel disebut adsorpsi.
Zat-zat teradsorpsi terikat dengan kuat dalam lapisan-lapisan yang biasanya
tebalnya tidak lebih dari satu atau dua molekul. Banyaknya zat asing yang dapat
diadsorpsi bergantung pada
luasnya permukaan yang tersingkap. Meskipun adsopsi merupakan suatu
gejala umum dari zat padat, adsorpsi ini teristimewa efisiensinya dengan materi
koloid yang disebabkan oleh besarnya luas permukaan itu.
4.
Koagulasi
Telah
disebutkan bahwa koloid distabilkan oleh muatannya. apabila muatan koloid
dilucuti maka kestabilan akan berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau
penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis
atau jika elektrolit ditambahkan kedalam sistem koloid. Apabila arus listrik
dialirkan cukup lama kedalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan
digumpalkan ketika mencapai elektrode. Jadi, koloid yang bermuatan negatif akan
digumpalkan di anode, sedangkan koloid yang bermuatan positif digumpalkan di
katode.
5.
Koloid
Pelindung
Pada
beberapa proses, suatu koloid harus dipecahkan. Misalnya, koagulasi lateks.
Dilain pihak, koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat
distabilkan dengan mmenambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung.
Koloid pelindung akan membungkus partikel zat terdispersi sehingga tidak dapat
lagi mengelompok.
6.
Dialisis
Pemisahan
muatan dari koloid dengan difusi lewat pori-pori suatu selaput semipermeabel
disebut dialisis. Pori-pori itu biasanya berdiameterkurang dari 10 Å dan
membiarkan lewatnya molekul air dan muatan-muatan kecil. Selaput hewani
alamiah, kertas perkamen, selofan dan beberapa plastic sintetik merupakan bahan
selaput yang sesuai. Partikel-partikel yang melewati membran agaknya berlaku
demikian tidak sekedar berdasarkan difusi acak. Mereka teradsorpsi pada
permukaan membran dan bergerak dari letak ( site ) adsorben yang satu ke yang
lain pada waktu mereka bergerak melewati pori-pori itu. ( Oxtoby, 2001)
Cara Pembuatan Koloid
Larutan
koloid dapat dibuat dengan dua cara yaitu :
1. Kondensasi
Kondensasi adalah penggabungan
partikel – partikel halus ( molekuler ) menjadi partikel yang lebih besar.
Pembuatan koloid dengan cara ini dilakukan melalui :
a.
Cara
Kimia
Partikel koloid dibentuk melalui
reaksi – reaksi kimia, seperti reaksi hidrolisis, reaksi reduksi oksidasi, atau
reaksi subtitusi.
Ø Hidrolisis : Merupakan reaksi suatu
zat dengan air
Ø Reaksi Redoks : Merupakan reaksi
yang disertai perubahan biloks
Ø Reaksi Subtitusi : Merupakan reaksi
penggantian
b.
Cara
Fisika
Dilakukan dengan jalan menurutkan
kelarutan dari zat terlarut, yaitu dengan jalan pendinginan atau mengubah
pelarut sehingga terbentuk satu sol koloid.
2. Dispersi
Pembuatan koloid dengan cara
dispersi merupakan pemecahan partikel – partikel kasar menjadi partikel yang
lebih halus/lebih kecil dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan
loncatan bunga listrik ( listrik busur breding ).
a.
Cara
Mekanik
Dengan cara ini butir – butir kasar
digerus dengan lumpang atau penggiling koloid sampai diperoleh tingkat
kehalusan tertentu kemudian diaduk dengan medium dispersi.Contoh : Sol belerang
dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama – sama dengan suatu zat inert
(seperti gula pasir ) kemudian mencampur serbuk halus dengan air
b.
Peptisasi
Pembuatan koloid dengan cara
peptisasi adalah membuat koloid dari butir – butir kasar atau dari suatu
endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi ( pemecahan ). Contoh : Agar –
agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin dan
lain – lain. (Oxtoby, 2001)
Pemurnian Koloid
1. Dialisis
Dialisis adalah proses pemurnian atau
penyaringan koloid dari ion-ion penggangu dengan menggunakan membran yang
bersifat selektif.
2. Elektrodialisis
Elektrolisis adalah proses pemurnian
koloid dengan memaksa ion-ion pengganggu melewati pori-pori semipermeabel
dengan bantuan medan listrik.
3. Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi adalah pemurnian koloid
dengan menyaring koloid menggunakan penyaring khusus dari membran. Untuk
mempercepat proses penyaringan biasanya digunakan tekanan (pompa vakum). Pompa
vakum digunakan untuk mempercepat suatu proses penyaringan koloid yang susah
disaring dengan penyaring biasa atau memerlukan waktu yang lama jika dengan
menggunakan penyaring biasa, misalnya suatu koloid berbentuk gel. (Yazid, 2005)
Cara
menstabilkan koloid adalah sebagai berikut:
1. Menambahkan
ion
Pada umumnya koloid padat (sol) dapat menyerap ion sehingga
akan bermuatan listrik. Partikel koloid yang bermuatan akan tolak-menolak
sesamanya. Akibatnya, koloid akan stabil dan tidak terkoagulasi. Contohnya
koloid Fe2O3. x H2O dapat distabilkan dengan ion Fe 3+, karena menyerap ion
tersebut.
2. Dialisis
Koloid bermuatan akan stabil karena tolak-menolak antar partikel. Koloid jenis ini akan terkoagulasi jika dalam sistem terdapat ion yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid, karena partikel koloid menjadi netral. Koagulasi ini dapat dicegah dengan mengeluarkan ion tersebut secara dialisis.
Koloid bermuatan akan stabil karena tolak-menolak antar partikel. Koloid jenis ini akan terkoagulasi jika dalam sistem terdapat ion yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid, karena partikel koloid menjadi netral. Koagulasi ini dapat dicegah dengan mengeluarkan ion tersebut secara dialisis.
3. Menambah
emulgator
Koloid
dalam bentuk emulsi (tetesan cairan dalam medium cairan lain) dapat distabilkan
dengan menambah zat lain yang disebut emulgator.
(Syukri, 1999).
(Syukri, 1999).
III.
ALAT
DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan :
a. buret
b. labu
takar
c. Erlenmeyer
d. gelas
ukur
e. pipet
volume
f. pengaduk
magnet
g. stopwatch
Bahan-bahan
yang digunakan :
a. Fe(OH)3
0,25 % dan 0,5 %
b. Mucilago
Gum Arabicum (MGA) 10 % dan 20 %
c. Tween
0,01 % dan 0,05 %
d. Aquadest
e. NaCl
25 %
f. Alkohol
95 %
IV.
CARA
KERJA
1. Efek
Tyndall
2. Viskositas
Koloid
3. Pengaruh
elektrolit terhadap koloid
4. Pengaruh
alcohol terhadap koloid
5. Reversibilitas
koloid
V.
DATA
HASIL PERCOBAAN
1. Efek
Tyndall
Koloid
|
Mengahamburkan
cahaya
|
FeCl3
0,25 %
|
Jelas
|
MGA
10 %
|
Tidak
jelas
|
Tween
0,01 %
|
Tipis
sekali
|
2. Viskositas
Koloid
Koloid
|
Waktu
(s)
|
Keterangan
|
FeCl3
0,25 %
FeCl3
0,5 %
|
19,52
20,93
|
Semakin
besar konsentrasi waktu yang diperlukan mengalir lebih lama, sehingga
viskositas semakin besar
|
MGA
10 %
MGA
20 %
|
24,09
29,43
|
Semakin
besar konsentrasi waktu yang diperlukan mengalir lebih lama, sehingga
viskositas semakin besar
|
Tween
0,01 %
Tween
0,05 %
|
19,56
19,62
|
Semakin
besar konsentrasi waktu yang diperlukan mengalir lebih lama, sehingga viskositas
semakin besar
|
3. Pengaruh
elektrolit terhadap koloid
Koloid
|
Volume
NaCl 25 % (ml)
|
Keterangan
|
FeCl3
0,25 %
|
8,20
|
Semakin
besar volume NaCl yang digunakan maka semakin bagus atau stabil koloid
tersebut. semakin banyak elektrolit yang ditambahkan semakin stabil koloid
tersebut. dari hasil percobaan didapatkan koloid yang palingg stabil yaitu
MGA 10 %. Penambahan MGA 10% pada FeCl3 digunakan sebagai koloid
pelindung dapat meningkatkan koloid tersebut.
|
MGA
10%
|
9,30
|
|
Tween
0,01 %
|
6,20
|
|
FeCl3
0,25 % + MGA 10 %
|
7,20
|
|
4. Pengaruh
alcohol terhadap koloid
Koloid
|
Volume
Alkohol 95 % (ml)
|
Keterangan
|
MGA
10 %
|
0,50
|
Semakin
kecil konsentrasi maka semakin banyak volume alcohol yang dibutuhkan karena
semakin kecil konsentrasi kandugan air semakin banyak sehingga alcohol lebih
banyak mengikat air
|
MGA
20 %
|
0,10
|
5. Reversibilitas
koloid
Koloid
|
Reversibilitas
koloid
|
FeCl3
0,25 %
|
Irreversible
|
MGA
10%
|
Reversible
|
Tween
0,01 %
|
Reversible
|
VI.
PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui sifat –
sifat koloid. Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak
antara larutan dan campuran kasar. Berdasarkan interaksi dengan medium, koloid
dapat dibedakan menjadi 3 yaitu koloid liofil, koloid liofob dan koloid
ampifil.Koloid liofil adalah koloid yang suka berikatan dengan mediumnya
sehingga sulit dipisahkan atau sangat stabil. Contoh koloid liofil pada
percobaan ini adalah Mucilago Gom Arabicum (MGA). Koloid liofob adalah koloid
yang tidak menyukai mediumnya sehingga cenderung memisah dan akibatnya tidak
stabil. Contoh koloid liofob pada
percobaan ini adalah FeCl3. Koloid ampifil adalah gabungan dari
koloid liofil dan liofob. Contoh koloid ampifil pada percobaan ini adalah
tween. Bahan koloid yang digunakan pada praktikum adalah FeCl3 0,25%
dan 0,5%, Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10% dan 20%, dan Tween 0,01% dan 0,05%.
Bahan yang digunakan menggunakan konsentrasi yang berbeda-beda bertujuan untuk
membandingkan antara larutan yang satu dengan yang lainnya.
Untuk mengetahui sifat koloid dari larutan tersebut
dapat dilakukan dengan cara :
1.
Efek tyndall.
Efek tyndall dapat digunakan untuk membedakan dispersi
koloid dan suatu larutan biasa, karena atom atau molekul, ataupun muatan yang
berbeda dalam suatu larutan tidak menghamburkan cahaya secara jelas dalam
larutan. Efek tyndall dapat dilakukan dengan cara masing – masing larutan
koloid dimasukkan ke dalam bekker glass, kemudian larutan tersebut disinari
dengan cahaya menggunakan laser. Hasil dari percobaan ini FeCl3
0,25% dapat menghamburkan cahaya dengan jelas, Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10%
tidak dapat menghamburkan cahaya dengan jelas, dan Tween 0,01% dapat
menghamburkan cahaya tetapi tipis sekali. Penghamburan cahaya tyndall dapat
menjelaskan betapa buramnya dispersi koloid. Larutan yang berwarna semakin
gelap lebih mudah dilihat penghamburan cahayanya. Hasil percobaan ini telah
sesuai dengan teorinya, yaitu koloid liofob memberikan efek tyndall yang jelas,
sedangkan koloid liofil memberikan efek tyndall yang lemah.
2.
Viskositas
koloid
Viskositas koloid dapat digunakan untuk mengetahui
sifat alir suatu larutan. Viskositas dilakukan dengan cara diambil 10ml larutan
dengan pipet ukur, larutan tersebut dialirkan dan dicatat waktu yang diperlukan
untuk mengalir menggunakan stopwatch. Hasil dari percobaan ini FeCl3
0,25% mengalir dalam waktu 19,12 s dan FeCl3 0,5% mengalir dalam
waktu 20,93 s. Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10% mengalir dalam waktu 24,09 s dan
Mucilago Gom Arabicum (MGA) 20% mengalir dalam waktu 29,43 s. Tween 0,01%
mengalir dalam waktu 19,56 s dan Tween 0,05% mengalir dalam waktu 19,62 s. Dari
hasil praktikum dapat dinyatakan bahwa semakin besar konsentrasi larutan, maka
waktu yang diperlukan untuk mengalir lebih lama, sehingga viskositas larutan
semakin besar.
3.
Pengaruh
Elektrolit terhadap koloid
Dilakukan dengan cara masing – masing koloid diambil
5ml ditambah NaCl 25ml lewat buret sampai terjadi pengendapan. Hasil dari
percobaan adalah FeCl3 0,25% membutuhkan NaCl 0,25% sebanyak 8,20ml.
Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10% membutuhkan NaCl 0,25% sebanyak 9,30ml. Tween
0,01% membutuhkan NaCl 0,25% sebanyak 6,20 ml. Dari hasil pratikum dapat
disimpulkan bahwa semakin besar volume NaCl yang digunakan, maka semakin bagus
atau semakin stabil koloid tersebut. Semakin banyak elektrolit yang ditambahkan
semakin stabil koloid tersebut. Dari hasil percobaan didapatkan koloid yang
paling stabil yaitu Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10%. Kemudian yang kedua dibuat
campuran 5ml FeCl3 0,25% dan 2ml Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10%
ditambahkan NaCl 0,25% lewat buret sampai terjadi pengendapan. Volume NaCl
0,25% yang dibutuhkan sebanyak 7,20 ml. Dari hasil praktikum penambahan
Mucilago Gom Arabicum (MGA) pada FeCl3 digunakan sebagai koloid
pelindung yang dapat meningkatkan kestabilan koloid.
Tetapi dalam percobaan ini volume NaCl 0,25% yang
ditambahkan pada FeCl3 campuran lebih sedikit dibandingkan dengan
FeCl3 tunggal. Hal ini dikarenakan pembentukan Fe(OH)3
yang belum sempurna.
4.
Pengaruh Alkohol
terhadap koloid
Diambil 5ml Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10%
dititrasi dengan alkohol 96% sampai terjadi endapan. Volume alkohol 96% yang
dibutuhkan adalah 0,50 ml.
Diambil 5ml Mucilago Gom Arabicum (MGA) 20%
dititrasi dengan alkohol 96% sampai terjadi endapan. Volume alkohol 96% yang
dibutuhkan adalah 0,10 ml. Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa semakin
kecil konsetrasi larutan maka volume alkohol yang dibutuhkan semakin banyak
karena semakin kecil konsentrasi larutan maka kandungan air di dalam semakin
semakin banyak sehingga alkohol lebih banyak mengikat air.
5.
Reversibilitas
Koloid
Diambil masing - masing 5ml FeCl3 0,25%,
Mucilago Gom Arabicum (MGA) 10%, dan Tween 0,01% masukkan dalam cawan penguap,
uapkan di atas waterbath hingga kering kemudian tambahkan aguadest 5 ml, dan
diaduk. Amati perubahan yang terjadi apakah larutan dapat bercampur kembali
atau tidak. Hasil dari percobaan adalah FeCl3 0,25% bersifat
irreversible yang artinya tidak dapat bercampur kembali, Mucilago Gom Arabicum
(MGA) 10% bersifat reversible yang artinya dapat bercampur kembali, Tween 0,01%
bersifat reversible yang artinya dapat bercampur kembali. Hasil percobaan ini
telah sesuai dengan teorinya, yaitu koloid liofil dan ampifil bersifat
reversible, sedangkan koloid liofob bersifat irreversible.
VII.
KESIMPULAN
1. Efek
tyndall
FeCl3
0,25% menghamburkan cahaya dengan jelas, MGA 5% tidak dapat menghamburkan
cahaya, dan tween 0,01% menghamburkan cahaya tipis sekali. Hasil
percobaan ini telah sesuai dengan teorinya, yaitu koloid liofob memberikan efek
tyndall yang jelas, sedangkan koloid liofil memberikan efek tyndall yang
lemah.
2. Viskositas
koloid
FeCl3 0,25% mengalir dalam waktu 19,12 s
dan FeCl3 0,5% mengalir dalam waktu 20,93 s. MGA 10% mengalir dalam
waktu 24,09 s dan MGA 20% mengalir dalam waktu 29,43 s. Tween 0,01% mengalir
dalam waktu 19,56 s dan Tween 0,05% mengalir dalam waktu 19,62 s. Dari
hasil praktikum dapat dinyatakan bahwa semakin besar konsentrasi larutan, maka
waktu yang diperlukan untuk mengalir lebih lama, sehingga viskositas larutan
semakin besar.
3. Pengaruh
elektrolit terhadap koloid
FeCl3 0,25%
membutuhkan NaCl 0,25% sebanyak 8,20ml, MGA 10% membutuhkan NaCl 0,25% sebanyak
9,30ml, dan Tween 0,01% membutuhkan NaCl 0,25% sebanyak 6,20ml.
4. Pengaruh
alcohol terhadap koloid
Volume alcohol 96% yang dibutuhkan untuk menitrasi
MGA 10% sampai terjadi endapan adalah 0,50ml, dan volume alcohol 96% yang
dibutuhkan untuk menitrasi MGA 20% sampai terjadi endapan adalah 0,10ml. Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa semakin
kecil konsetrasi larutan maka volume alkohol yang dibutuhkan semakin banyak
karena semakin kecil konsentrasi larutan maka kandungan air di dalam semakin
semakin banyak sehingga alkohol lebih banyak mengikat air.
5. Reversibilitas
koloid
FeCl3 0,25% bersifat irreversible,
sedangkan MGA 10% dan Tween 0,01% bersifat reversible. Hasil percobaan ini telah sesuai dengan teorinya,
yaitu koloid liofil dan ampifil bersifat reversible, sedangkan koloid liofob
bersifat irreversible.
VIII. DAFTAR
PUSTAKA
Handayana, 2002. Kamus
Kimia. Balai Pustaka : Jakarta
Keenan, dkk. 1994. Kimia
Untuk Universitas. Erlangga : Jakarta
Oxtoby. David W. 2001. Prinsip-Prinsip
Kimia Modern. Erlangga : Jakarta
Syukri S. 1999. Kimia
Dasar Jilid 2. ITB : Bandung
Yazid. Estien, 2005. Kimia
Fisika Untuk Paramedis : Jogja
0 komentar:
Posting Komentar