I.
LANDASAN TEORI
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam
sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan
kelarutan suatu zat ialah dengan mengambil sejumlah tertentu pelarut murni,
misalnya 1 liter, kemudian memperkirakan jumlah zat yang dapat membentuk
larutan lewat jenuh, yang ditandai dengan masih terdapatnya zat padat yang tidak
larut. Setelah dikocok ataupun diaduk akan terjadi kesetimbangan antara zat
yang larut dan tidak larut (Atkins, 1994)
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu
zat kimia tertentu, zat terlarut (solute) untuk larut dalam suatu pelarut
(solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimumzat terlarut yang larut
dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh.
Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.
Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini dalam bahasa inggris lebih
tepatnya disebut miscible. Melarut tidaknya suatu zat dalam suatu system
tertentu dan besarnya kelarutan, sebagian besar tergantung pada intensitas
kekuatan yang ada pada zat terlarut-pelarut dan resultan interaksi zat
terlarut-pelarut (Martin dkk, 1993)
Dua komponen dalam larutan adalah solute dan
solvent. Solute adalah substansi yang terlarut sedangkan solvent adalah
substansi yang melarutkan, contoh sebuah larutan NaCl. NaCl adalah solute dan
air adalah solvent. Dari ketiga materi padat, cair dan gas, sangat dimungkinkan
untuk memiliki Sembilan tipe larutan berbeda : padat dalam padat, padat dalam
cairan, padat dalam gas, cairan dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai
macam tipe ini larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam cairan,
cairan dalam cairan, gas dalam cairan, dan gas dalam gas (Estien, 2005).
Suatu substansi dapat dikelompokkan sangat mudah
larut, dapat larut (moderately soluble), sedikit larut (slightly soluble), dan
tidak dapat larut. Beberapa variable, misalnya ukuran ion-ion, muatan dari
ion-ion, interaksi antara ion-ion, interaksi antara solute dan solvent,
temperature, mempengaruhi kelarutan. Kekuatan dari solute relative mudah diukur
melalui percobaan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kelarutan antara
lain :
1. Sifat
alami dari solute dan solvent
Substansi polar
cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar lainnya. Substansi
nonpolar cenderung untuk miscible dengan substansi nonpolar lainnya, dan tidak
miscible dengan substansi polar lainnya.
2. Efek
dari temperature terhadap kelarutan
Kebanyakan zat terlarut
mempunyai kelarutan yang terbatas pada sejumlah solvent tertentu dan pada
temperature tertentu pula. Temperature dari solvent memiliki efek yang besar
dari zat yang teah larut. Untuk kebanyakan padatan yang terlarut pada liquid,
kenaikan temperature akan berdampak pada kenaikan kelarutan (solubilitas).
3. Efek
tekanan pada kelarutan
Perubahan kecil dalam
tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan dari padatan dalam cairan
teatpi memiliki efek yang besar pada kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan gas
dalam cairan berbanding langsung pada tekanan dari gas di atas larutan.
Sehingga sejumlah gas yang terlarut dalam larutan dalam larutan akan menjadi
dua kali lipat jika tekanan dari gas di atas larutan adalah dua kali lipat.
4. Kelajuan
dari zat terlarut :
a. Ukuran
partikel
b. Temperature
dari solvent
c. Pengadukan
dari larutan
d. Konsentrasi
dari larutan (Sukardjo, 1997).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan
disolusi suatu zat antara lain : suhu, viskositas, pH, pengadukan, ukuran
partikel, polimorfisme dan sifat permukaan zat (Martin, 1990).
Dengan semakin tingginya suhu maka akan memperbesar
kelarutan suatu zatyang bersifat endotermik serta akan memperbesar harga
koefisien zat tersebut. Turnunnya viskositas suau pelarut, juga akan
memperbesar kelarutan suatu zat. Ph sangat mempengaruhi kelarutan zat-zat yang
bersifat asam maupun basa lemah. Zat yang bersifat basa lemah akan mudah larut
jika berada pada suasana asam sedangkan asam lemah akan lebih mudah larut jika
berada pada suasana basa. Semakin kecil ukran partikel, maka luas permukaan zat
tersebut akan semakin meningkat, sehingga akan mempercepat kelarutan suatu zat.
Polimorfisme dan sifat permukaan zat akan sangat mempengaruhi kelarutan suatu
zat, adanya polimorfisme seperti struktur internal zat yang berlainan, akan
mempengaruhi kelarutan zat tersebut dimana kristal metastabil akan lebih mudah
larut daripada bentuk stabilny. Dengan adanya surfaktan dan sifat permukaan zat
yang hidrofob, akan menyebabkan tegangan permukaan antar partikel menurun
sehingga zat mudah terbasahi dan lebih mudah larut. Secara umum, pengadukan
akan menyebabkan tebal lapisan difusi semakin tipis maka akan mempercepat
kelarutan suatu zat (Martin,1990).
Pengaruh temperature tergantung dari panas
pelarutan. Bila panas pelarutan (
H) negative, daya larut
turun dengan naiknya temperature. Bila panas pelarutan (
H) positif, daya larut
naik dengan naiknya temperature (Sukardjo, 1989).


Kelarutan didefinisikan sebagai jumlah maksimum zat terlarut
yang akan melarut dalam sejumlah tertentu pelarut pada suhu tertentu. Untuk
kebanyakan zat, suhu mempengaruhi kelarutan. Secara umum, meskipun tidak semua,
kelarutan zat padatan meningkat dengan meningkatnya suhu. Namun, tidak ada
korelasi yang jelas antara tanda dari
H larutan dengan
variasi kelarutan terhadap suhu (Raymond, 2005).

Kelarutan dapat digambarkan secara benar dengan menggunakan
aturan fase Gibbs, yaitu : F = C – P +
2. Dimana F adalah jumlah derajat kebebasan, yaitu jumlah variable bebas
(biasanya temperature, konsentrasi dan tekanan) yang harus ditetapkan untuk
menentukan system secara sempurna. C adalah jumlah komponen terkecil yang cukup
untuk menggambarkan komposisi kimia dari setiap fase, dan P adalah jumlah fase.
Aturan fase ini berguna untuk menghubungkan pengaruh dari jumlah erkecil
variable bebas. Pada berbagai fase (padat, cair dan gas) yang dapat berada
dalam system kesetimbangan yang berisi komponen dalam jumlah tertentu (Martin
dkk, 1990).
Suatu larutan lewat jenuh merupakan kesetimbangan dinamis.
Kesetimbangan itu akan dapat bergeser bila suhu dinaikkan. Pada umumnya
kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikkan, karena umumnya
proses pelarutan bersifat endotermik. Akan tetapi ada zat yang sebbaliknya,
yaitu eksotermik dalam melarut seperti Ce2(SO4)3.
Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda satu dengan yang lain.
Perbedaan itu dapat dipakai untuk memisahkan campuran 2 zat atau lebih dengan
cara rekristalisasi bertingkat. Jika kelarutan zat padat bertambah dengan
kenaikan suhu, maka kelarutan gas berkurang bila suhu dinaikkan, karena gas
menguap dan meninggalkan pelarut (Syukri, 1999).
Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda-beda antara
yang stau dengan yang lainnya. Tetapi pada umumnya kelarutan zat padat dalam
cairan bertambah dengan naiknya suhu, karena kebanyakan proses pembentukkan
larutannya bersifat endoterm. Sebagai perkecualian ada beberapa zat yang
kelarutannya menurun dengan naiknya suhu seperti serium sulfat dan natrium
sulfat, karena proses pelarutannya bersifat eksoterm, bahkan ada zat yang
hampir tidak dipengaruhi oleh suhu seperti natrium klorida (Estien, 2005).
Pengadukan juga menetukan kelarutan suatu zat terlarut. Semakin
banyak jumlah pengadukan, maka zat terlarut umumnya menjadi lebih mudah larut.
Semakin besar pengadukan maka semakin banyak zat yang terlarut (Atkins, 1994).
Pengadukan juga menentukan kelarutan zat terlarut. Semakin
banyak jumlah pengadukan, maka zat terlarut umumnya menjadi lebih mudah larut.
Luas permukaan sentuhan zat kecepatan kelarutan dapat dipengaruhi juga oleh
luas permukaan (besar kecilnya partikel zat terlarut). Luas permukaan sentuhan
zat terlarut dapat diperbesar melalui proses pengadukan atau penggerusan secara
mekanis. Gula halus lebih mudah larut daripada gula pasir. Hal ini karena luas
bidang sentuh gula halus lebih luas dari gula pasir, sehingga gula halus lebih
mudah berinteraksi dengan air (Martin, 1990).
Uraian bahan (Anonim, 1979) :
a. Asam
Salisilat (Acidum Salicylicum / C7H6O3) BM
138,12
Mengandung
tidak kurang dari 99,5% C7H6O3
Pemerian
hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih; hamper tidak berbau,
rasa agak manis dan tajam
Kelarutan
larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%)P; mudah larut dalam
kloroform P dan dalam eter P; larut dalam larutan ammonium asetat P, dinatrium
hydrogen fosfat P, kalium sitrat P, natrium sitrat P
1
ml natrium hidroksida 0,5 N setara dengan 69,06 C7H6O3
b. Asam
Oksalat
Asam
Oksalat P (CO2H)2.2H2O mengandung tidak kurang
dari 99,5% C2H2O4.2H2O
Pemerian
hablur tidak berwarna
Kelarutan
larut dalam air dan dalam etanol 95% P
1
ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 6,303 mg C2H2O4.2H2O
c. Natrium
Hidroksida
Mengandung
tidak kurang dari 97,5% alkali jumlah dihitung sebagai NaOH dan tidak lebih
dari 2,5% Na2CO3
Pemerian
bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping; kering, keras, rapuh, dan
menunjukkan susunan hablur; putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan
korosif. Segera menyerap CO2
Kelarutan
sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P
d. Aquadest
Dibuat
dengan menyuling air yang dapat diminum
Pemerian
cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa
II.
ALAT DAN BAHAN
1. Alat-alat
yang digunakan :
a. Buret
50,0 ml
b. Labu
ukur 50,0 ml
c. Erlenmeyer
250 ml
d. Pipet
volume 5,0 ml
e. Pipet
volume 10,0 ml
f. Gelas
ukur 100 ml
g. Pengaduk
magnet
h. Beaker
glass
2. Bahan-bahan
yang digunakan :
a. Asam
salisilat
b. Asam
oksalat 2H2O (H2C2O4.2H2O)
c. NaOH
0,05 N
d. Aquadest
e. Indikator
PP 1%
III.
CARA KERJA
1. Standarisasi
larutan NaOH menggunakan Asam Oksalat 0,03 N

2. Pengaruh
suhu terhadap kecepatan pelarutan zat

3. Pengaruh
pengadukan terhadap kecepatan pelarutan zat

0 komentar:
Posting Komentar