Sabtu, 31 Januari 2015

PENGARUH SUHU DAN PENGADUKAN



I.                   LANDASAN TEORI
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan kelarutan suatu zat ialah dengan mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter, kemudian memperkirakan jumlah zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh, yang ditandai dengan masih terdapatnya zat padat yang tidak larut. Setelah dikocok ataupun diaduk akan terjadi kesetimbangan antara zat yang larut dan tidak larut (Atkins, 1994)
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute) untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimumzat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini dalam bahasa inggris lebih tepatnya disebut miscible. Melarut tidaknya suatu zat dalam suatu system tertentu dan besarnya kelarutan, sebagian besar tergantung pada intensitas kekuatan yang ada pada zat terlarut-pelarut dan resultan interaksi zat terlarut-pelarut (Martin dkk, 1993)
Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent. Solute adalah substansi yang terlarut sedangkan solvent adalah substansi yang melarutkan, contoh sebuah larutan NaCl. NaCl adalah solute dan air adalah solvent. Dari ketiga materi padat, cair dan gas, sangat dimungkinkan untuk memiliki Sembilan tipe larutan berbeda : padat dalam padat, padat dalam cairan, padat dalam gas, cairan dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan, dan gas dalam gas (Estien, 2005).
Suatu substansi dapat dikelompokkan sangat mudah larut, dapat larut (moderately soluble), sedikit larut (slightly soluble), dan tidak dapat larut. Beberapa variable, misalnya ukuran ion-ion, muatan dari ion-ion, interaksi antara ion-ion, interaksi antara solute dan solvent, temperature, mempengaruhi kelarutan. Kekuatan dari solute relative mudah diukur melalui percobaan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kelarutan antara lain :
1.      Sifat alami dari solute dan solvent
Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar lainnya. Substansi nonpolar cenderung untuk miscible dengan substansi nonpolar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi polar lainnya.
2.      Efek dari temperature terhadap kelarutan
Kebanyakan zat terlarut mempunyai kelarutan yang terbatas pada sejumlah solvent tertentu dan pada temperature tertentu pula. Temperature dari solvent memiliki efek yang besar dari zat yang teah larut. Untuk kebanyakan padatan yang terlarut pada liquid, kenaikan temperature akan berdampak pada kenaikan kelarutan (solubilitas).
3.      Efek tekanan pada kelarutan
Perubahan kecil dalam tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan dari padatan dalam cairan teatpi memiliki efek yang besar pada kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam cairan berbanding langsung pada tekanan dari gas di atas larutan. Sehingga sejumlah gas yang terlarut dalam larutan dalam larutan akan menjadi dua kali lipat jika tekanan dari gas di atas larutan adalah dua kali lipat.
4.      Kelajuan dari zat terlarut :
a.       Ukuran partikel
b.      Temperature dari solvent
c.       Pengadukan dari larutan
d.      Konsentrasi dari larutan (Sukardjo, 1997).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat antara lain : suhu, viskositas, pH, pengadukan, ukuran partikel, polimorfisme dan sifat permukaan zat (Martin, 1990).
Dengan semakin tingginya suhu maka akan memperbesar kelarutan suatu zatyang bersifat endotermik serta akan memperbesar harga koefisien zat tersebut. Turnunnya viskositas suau pelarut, juga akan memperbesar kelarutan suatu zat. Ph sangat mempengaruhi kelarutan zat-zat yang bersifat asam maupun basa lemah. Zat yang bersifat basa lemah akan mudah larut jika berada pada suasana asam sedangkan asam lemah akan lebih mudah larut jika berada pada suasana basa. Semakin kecil ukran partikel, maka luas permukaan zat tersebut akan semakin meningkat, sehingga akan mempercepat kelarutan suatu zat. Polimorfisme dan sifat permukaan zat akan sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat, adanya polimorfisme seperti struktur internal zat yang berlainan, akan mempengaruhi kelarutan zat tersebut dimana kristal metastabil akan lebih mudah larut daripada bentuk stabilny. Dengan adanya surfaktan dan sifat permukaan zat yang hidrofob, akan menyebabkan tegangan permukaan antar partikel menurun sehingga zat mudah terbasahi dan lebih mudah larut. Secara umum, pengadukan akan menyebabkan tebal lapisan difusi semakin tipis maka akan mempercepat kelarutan suatu zat (Martin,1990).
Pengaruh temperature tergantung dari panas pelarutan. Bila panas pelarutan (H) negative, daya larut turun dengan naiknya temperature. Bila panas pelarutan (H) positif, daya larut naik dengan naiknya temperature (Sukardjo, 1989).
Kelarutan didefinisikan sebagai jumlah maksimum zat terlarut yang akan melarut dalam sejumlah tertentu pelarut pada suhu tertentu. Untuk kebanyakan zat, suhu mempengaruhi kelarutan. Secara umum, meskipun tidak semua, kelarutan zat padatan meningkat dengan meningkatnya suhu. Namun, tidak ada korelasi yang jelas antara tanda dari H larutan dengan variasi kelarutan terhadap suhu (Raymond, 2005).
Kelarutan dapat digambarkan secara benar dengan menggunakan aturan fase Gibbs,  yaitu : F = C – P + 2. Dimana F adalah jumlah derajat kebebasan, yaitu jumlah variable bebas (biasanya temperature, konsentrasi dan tekanan) yang harus ditetapkan untuk menentukan system secara sempurna. C adalah jumlah komponen terkecil yang cukup untuk menggambarkan komposisi kimia dari setiap fase, dan P adalah jumlah fase. Aturan fase ini berguna untuk menghubungkan pengaruh dari jumlah erkecil variable bebas. Pada berbagai fase (padat, cair dan gas) yang dapat berada dalam system kesetimbangan yang berisi komponen dalam jumlah tertentu (Martin dkk, 1990).
Suatu larutan lewat jenuh merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan itu akan dapat bergeser bila suhu dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikkan, karena umumnya proses pelarutan bersifat endotermik. Akan tetapi ada zat yang sebbaliknya, yaitu eksotermik dalam melarut seperti Ce2(SO4)3. Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan itu dapat dipakai untuk memisahkan campuran 2 zat atau lebih dengan cara rekristalisasi bertingkat. Jika kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikan suhu, maka kelarutan gas berkurang bila suhu dinaikkan, karena gas menguap dan meninggalkan pelarut (Syukri, 1999).
Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda-beda antara yang stau dengan yang lainnya. Tetapi pada umumnya kelarutan zat padat dalam cairan bertambah dengan naiknya suhu, karena kebanyakan proses pembentukkan larutannya bersifat endoterm. Sebagai perkecualian ada beberapa zat yang kelarutannya menurun dengan naiknya suhu seperti serium sulfat dan natrium sulfat, karena proses pelarutannya bersifat eksoterm, bahkan ada zat yang hampir tidak dipengaruhi oleh suhu seperti natrium klorida (Estien, 2005).
Pengadukan juga menetukan kelarutan suatu zat terlarut. Semakin banyak jumlah pengadukan, maka zat terlarut umumnya menjadi lebih mudah larut. Semakin besar pengadukan maka semakin banyak zat yang terlarut (Atkins, 1994).
Pengadukan juga menentukan kelarutan zat terlarut. Semakin banyak jumlah pengadukan, maka zat terlarut umumnya menjadi lebih mudah larut. Luas permukaan sentuhan zat kecepatan kelarutan dapat dipengaruhi juga oleh luas permukaan (besar kecilnya partikel zat terlarut). Luas permukaan sentuhan zat terlarut dapat diperbesar melalui proses pengadukan atau penggerusan secara mekanis. Gula halus lebih mudah larut daripada gula pasir. Hal ini karena luas bidang sentuh gula halus lebih luas dari gula pasir, sehingga gula halus lebih mudah berinteraksi dengan air (Martin, 1990).
Uraian bahan (Anonim, 1979) :
a.       Asam Salisilat (Acidum Salicylicum / C7H6O3) BM 138,12
Mengandung tidak kurang dari 99,5% C7H6O3
Pemerian hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih; hamper tidak berbau, rasa agak manis dan tajam
Kelarutan larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%)P; mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P; larut dalam larutan ammonium asetat P, dinatrium hydrogen fosfat P, kalium sitrat P, natrium sitrat P
1 ml natrium hidroksida 0,5 N setara dengan 69,06 C7H6O3
b.      Asam Oksalat
Asam Oksalat P (CO2H)2.2H2O mengandung tidak kurang dari 99,5% C2H2O4.2H2O
Pemerian hablur tidak berwarna
Kelarutan larut dalam air dan dalam etanol 95% P
1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 6,303 mg  C2H2O4.2H2O
c.       Natrium Hidroksida
Mengandung tidak kurang dari 97,5% alkali jumlah dihitung sebagai NaOH dan tidak lebih dari 2,5% Na2CO3
Pemerian bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping; kering, keras, rapuh, dan menunjukkan susunan hablur; putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap CO2
Kelarutan sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P
d.      Aquadest
Dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum
Pemerian cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa

II.                ALAT DAN BAHAN
1.      Alat-alat yang digunakan :
a.       Buret 50,0 ml
b.      Labu ukur 50,0 ml
c.       Erlenmeyer 250 ml
d.      Pipet volume 5,0 ml
e.       Pipet volume 10,0 ml
f.       Gelas ukur 100 ml
g.      Pengaduk magnet
h.      Beaker glass
2.      Bahan-bahan yang digunakan :
a.       Asam salisilat
b.      Asam oksalat 2H2O (H2C2O4.2H2O)
c.       NaOH 0,05 N
d.      Aquadest
e.       Indikator PP 1%

III.             CARA KERJA
1.      Standarisasi larutan NaOH menggunakan Asam Oksalat 0,03 N
2.      Pengaruh suhu terhadap kecepatan pelarutan zat
3.      Pengaruh pengadukan terhadap kecepatan pelarutan zat

0 komentar: